Apakah malaikat bisa mati? Pertanyaan ini sederhana, tapi menggetarkan. Sebab di baliknya tersimpan misteri besar tentang bagaimana kehidupan dan kematian dipahami di alam yang jauh melampaui manusia.
Kita sering membayangkan malaikat sebagai makhluk abadi — tidak lahir, tidak tua, tidak mati. Mereka hadir dalam doa, menjaga manusia, mencatat amal, dan tunduk pada perintah Tuhan tanpa cela. Tapi apakah mereka benar-benar abadi?
Dalam sejumlah hadis, disebutkan bahwa malaikat termasuk makhluk pertama yang diciptakan Allah setelah penciptaan cahaya dan ruh Rasulullah Saw serta para Imam Maksum As. Jabir bin Abdullah meriwayatkan sabda Nabi bahwa Allah menciptakan Rasulullah, Ali, Fatimah, Hasan, dan Husain dari satu cahaya, lalu menciptakan langit, bumi, dan malaikat.
Maka dari awal, malaikat adalah bagian dari rencana besar penciptaan — makhluk suci yang bertugas menjaga harmoni kosmos. Tapi sekaligus, seperti makhluk lainnya, mereka pun bagian dari sistem fana: segala sesuatu yang diciptakan, pada akhirnya akan berakhir.
Kematian di Alam Langit
Dalam Surah Az-Zumar ayat 68, Allah berfirman:
“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah.”
Ayat ini menjadi dasar bahwa tidak ada satu pun makhluk hidup di langit atau di bumi yang abadi. Bahkan malaikat yang paling dekat sekalipun — Jibril, Mikail, Israfil, dan Malaikat Maut — akan mati setelah tugasnya selesai.
Rasulullah Saw pernah ditanya, siapa yang dikecualikan dari kematian itu? Beliau menjawab: “Jibril, Mikail, Israfil, dan Malaikat Maut. Namun setelah semua makhluk dicabut nyawanya, mereka pun akan mati sesuai dengan perintah Allah.” Dalam riwayat lain disebutkan bahwa pembawa Arasy juga termasuk di antara malaikat yang masih bertahan sejenak sebelum akhirnya turut binasa.
Artinya, keabadian para malaikat bukanlah keabadian mutlak. Mereka hanya hidup selama diperintahkan untuk hidup. Dan ketika perintah itu berakhir, mereka pun tunduk pada hukum yang sama: fana di hadapan Wajah Tuhan.
Bagaimana Malaikat Mengalami Kematian
Pertanyaan berikutnya lebih filosofis: bagaimana makhluk tanpa jasad bisa mati? Dalam pemahaman manusia, kematian identik dengan terpisahnya ruh dari tubuh. Tapi malaikat tidak memiliki tubuh fisik. Maka, kematian mereka tidak bisa dipahami dengan cara yang sama.
Para ulama menjelaskan dua kemungkinan. Pertama, kematian malaikat bisa dimaknai sebagai terputusnya hubungan antara ruh dengan bentuk imaginal atau mitsal-nya — bentuk non-fisik yang menjadi wadah keberadaan mereka. Kedua, kematian bisa berarti berhentinya seluruh aktivitas kesadaran mereka, saat perintah untuk berfungsi di alam semesta dihentikan oleh Allah.
Malaikat hidup sepenuhnya dalam ketaatan, dan kematian mereka pun adalah bentuk ketaatan terakhir: berhenti ketika diperintahkan untuk berhenti.
Dari Keabadian Menuju Kekosongan
Dalam ayat lain disebutkan, “Kullu syain halik illa wajha” — segala sesuatu akan binasa kecuali Wajah Allah. Kalimat ini menyapu bersih seluruh konsep keabadian selain Tuhan. Dalam konteks itu, kematian malaikat bukanlah tragedi, tapi bagian dari keutuhan kosmik. Segala sesuatu, dari atom hingga arasy, dari manusia hingga malaikat muqarrab, akan melebur dalam kehendak Yang Mahahidup.
Dan menariknya, setelah sangkakala kedua ditiup, kehidupan akan dikembalikan. Tapi tidak semua makhluk akan kembali dalam bentuk yang sama. Alam semesta akan menjadi cermin baru bagi kemahakuasaan Allah — termasuk mereka yang pernah menjadi penggerak takdir di alam langit.
Bila manusia belajar mati sebagai bagian dari hidup, maka malaikat belajar mati sebagai bagian dari pengabdian.
Kita, manusia, sering merasa kecil di hadapan malaikat. Tapi di hadapan Tuhan, semua sama: tak ada yang abadi kecuali Dia. Jika malaikat pun tunduk pada kematian, maka semestinya manusia belajar rendah hati dalam hidup.
Mati Sebagai Ketaatan
Dari sini kita bisa melihat bahwa konsep kematian dalam Islam bukan hanya akhir kehidupan, tapi juga bentuk tertinggi dari kepatuhan. Kematian malaikat adalah simbol bahwa bahkan kesempurnaan ciptaan pun tunduk pada kehendak Sang Pencipta. Tak ada posisi, kemuliaan, atau jarak yang membuat seseorang — atau sesuatu — kebal dari kefanaan.
Dan di situlah letak keindahannya: hidup bukan tentang berapa lama, tapi seberapa taat kita pada perintah untuk hidup. Apakah malaikat bisa mati? Malaikat bukan abadi karena tubuhnya, tapi karena ketaatannya. Dan ketika taat itu sampai pada titik akhir, ia pun siap melebur kembali ke sumber cahaya yang menciptakannya.
Apakah Malaikat Bisa Mati
Mungkin, itulah pelajaran paling halus dari misteri apakah malaikat bisa mati: bahwa kematian bukan hukuman, melainkan kepulangan yang agung. Sebuah kesunyian di mana yang abadi hanyalah Tuhan, dan seluruh ciptaan-Nya — termasuk malaikat tertinggi — hanyalah gema dari kehendak-Nya.












Leave a Review