Muslim ditepi jurang

Muslim ditepi jurang
Muslim ditepi jurang

Muslim ditepi jurang adalah ungkapan kekecewaan terhadap situasi dan kondisi yang tengah dihadapi umat muslim pada saat ini.

Sahabat saya pernah mengungkapkan kekecewaannya atas kemunduran dan tidak bermutunya pemahaman agama Islam di kalangan umat Muslim. Ia kemudian menunjukkan poster pelatihan yang berjudul ‘Cara Cepat Memperoleh Empat Istri’ sebagai lanjutan dari kesuksesan ‘Kelas Poligami Nasional’ pada tahun sebelumnya.”

Bukan hanya masyarakat muslim awam yang menjadi kekecewaannya, tetapi juga munculnya para ustadz yang ajarannya semakin aneh dan sedikit ngawur. Baru-baru ini, ada seorang ustadz yang menyatakan bahwa lagu ‘Balonku’ dan ‘Naik ke Puncak Gunung’ adalah propaganda anti-Islam dan mengagungkan agama lain. Apa yang sebenarnya terjadi dengan para ustadz seperti ini.

Saya sendiri sebenarnya sudah lama khawatir tentang masalah ini. Salah satu problem besar yang dihadapi umat Islam masa kini adalah karena mereka tidak dibekali dengan kemampuan berpikir kritis. Mereka hanya diajarkan untuk taat pada ustadz mereka, baik di sekolah maupun di masjid, tetapi mereka tidak pernah diajarkan untuk berpikir secara kritis, baik memiliki ataupun mempertanyakan pendapat.

Di sekolah dan pesantren, mereka hanya diajarkan untuk menghafal ayat dan hadis, tetapi tidak diajarkan untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya, ilmu yang mereka pelajari hanya menjadi pengetahuan yang tidak dapat diaplikasikan, sehingga budaya dan tradisi keislaman menjadi stagnan dan tidak berkembang.

Mereka diajak untuk melawan hegemoni indomaret atau alfamart dan kemudian membangun kedai 212. Namun mereka tidak memiliki produk apapun untuk dijual selain produk yang memang jaringan dari alfamart dan indomaret. Pada akhirnya mereka hanya menjadi perpanjangan tangan produk yang terafiliasi dengan industri yang mereka mau akhiri hegemoninya.

Umat Islam semakin hari semakin dijauhkan dari tradisi berpikir kritis dan ilmiah. Mereka dilarang keras untuk mengkritisi pendapat para ustadz dan pemuka agama. Mereka didoktrin bahwa pendapat para ustadz dan pemuka agama adalah mutlak benar dan tidak boleh dipertanyakan, apalagi ditentang.

Muslim ditepi jurang peradaban

Mereka dianggap maksum dan tidak pernah salah, sehingga mempertanyakan pendapat dan tindakan mereka dianggap sebagai sebuah dosa yang dapat menggoncangkan akidah. Mempertanyakan atau mengkritik pendapat ustadz dan pemuka agama dianggap sama dengan tersesat akidahnya dan dapat menyebabkan mereka jatuh dalam kekafiran. Dan ini terjadi semakin kencang dan massif di negara-negara Islam.

Tidak heran jika umat Islam di seluruh dunia semakin sulit untuk mengejar ketertinggalan mereka dalam segala hal yang membutuhkan kemampuan berpikir. Inilah yang sata maksud, muslim ditepi jurang.

Akal mereka dengan sengaja dan terstruktur dipasung oleh para guru-guru agama dan pemuka agama mereka sendiri. Umat Islam berhenti berpikir dan tidak mampu lagi menghasilkan pemikiran-pemikiran baru yang inovatif dan kreatif, dan dipaksa untuk mengikuti saja pemikiran jumud para ustadz-ustadz mereka yang kebanyakan bukanlah pemikir.

Ketinggalan zaman umat Islam sangat mencolok.Ketika umat lain telah melakukan penelitian dan pengembangan dalam berbagai macam jenis pengobatan dengan teknologi nuklir dan nano yang canggih, umat Islam justru diajak untuk kembali ke Abad 7 dengan minum air kencing onta.

Ketika teknologi pengobatan dengan sistem vaksin telah begitu maju dan berhasil, muncul ustadz yang tidak pernah belajar tentang medis yang tiba-tiba menjatuhkan fatwa makruhnya (yang kemudian berkembang menjadi haram) penggunaan vaksin untuk mencegah penyakit.

Sampai sekarang, para ulama yang bahkan tidak pernah belajar tentang masalah keuangan dan ekonomi dengan gagah dan yakinnya mengharamkan praktek perbankan secara umum dan juga asuransi. Mereka bahkan tidak segan-segan mengharamkan perbankan syariah sekali pun.

Munculnya para ustadz dengan kemampuan memberi fatwa segala macam urusan semakin menggejala dan umat yang memang sudah terpasung kemampuan berpikirnya dan memang diharamkan untuk berpikir akhirnya lebih tunduk pada ustadz segala ilmu tersebut ketimbang mendengarkan para ahli yang memang benar-benar kompeten di bidangnya.

Ulama adalah orang Alim dan Memiliki Ilmu, bukan hanya ilmu agama.

Padahal, bukankah ulama itu berarti orang-orang yang benar-benar alim atau memiliki ilmu di bidangnya masing-masing?

Lalu mengapa umat Islam lebih mengikuti pendapat seorang ustadz yang tidak pernah belajar tentang medis atau pun keuangan untuk hal-hal tentang kesehatan dan perbankan?

Mengapa para ustadz yang tidak pernah belajar tentang medis dan keuangan tiba-tiba dengan gagah dan penuh keyakinan mengajak umat untuk mendengarkan pendapatnya dan bukannya mengarahkan mereka untuk mendengar para ahli di bidangnya masing-masing?”

Islam pernah mengalami masa kejayaan selama 500 tahun ketika para ilmuwan Islam bermunculan dengan berbagai bidang ilmu pengetahuan yang mereka miliki. Berdasarkan sejarah, Zaman Kejayaan Islam (sekitar 750 M – 1258 M) adalah masa ketika para filsuf, ilmuwan, dan insinyur di dunia Islam menghasilkan banyak pemikiran dan ilmu-ilmu baru dan memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan teknologi dan kebudayaan.

Baca Juga artikel tentang Perubahan Iklim dan Baiklah Amerika

Mereka mengembangkan tradisi ilmiah pada semua ilmu pengetahuan, tidak hanya pada ilmu agama, dengan menjaga tradisi yang telah ada ataupun dengan menambahkan penemuan dan inovasi mereka sendiri. Para saintis Islam menguasai panggung dunia pada abad tersebut berkat tradisi dan budaya ilmiah yang mereka kembangkan. Beberapanama saintis muslim yang sangat populer adalah Al-Khawarismi, Ibnu Sina, Abu Haytham, Al-Kindi, Al-Jazari, Ar-Razi, Al-Biruni, Abu Musa Jabir bin Hayyan, Ibnu Rushd, dan lain-lain.”

“Hal yang selalu membuat saya sedih adalah ironi bahwa sebenarnya Islam adalah agama yang paling rasional dan mewajibkan umatnya untuk selalu berpikir, merenungkan segala macam fenomena alam, bersikap kritis, dan bahkan agama yang paling demokratis.

Perintahpertama bagi umat Islam adalah membaca dengan tujuan agar menjadikan manusia berubah dari kondisi tidak tahu menjadi tahu (allamal insana maalam ya’lam) yang artinya belajar dan belajar.

Artinya, pendidikan, yang bertujuan untuk menjadikan seseorang menjadi berilmu, adalah perintah paling utama dalam ajaran Islam. Bersikap kritis dan mempertanyakan sesuatu kepada guru dan ulama bukanlah sesuatu hal yang terlarang apalagi diharamkan.

Bukankah malaikat pun yang begitu patuh pada Tuhan juga pernah mempertanyakan mengapa Tuhan menciptakan Adam dan dijawab oleh Tuhan dengan sangat baik?

Jika Tuhan saja pernah ‘digugat’ dan dipertanyakan kebijakannya oleh para malaikat yang tugasnya adalah mematuhi dan melaksanakan perintah Tuhan, lantas mengapa para ustadz dan pemuka agama begitu alergi jika mendapatkan pertanyaan dan sikap kritis dari para santrinya?

Saat ini, umat Islam hanya didorong untuk menjadi penghapal teks belaka dan tidak didorong untuk menjadi pemilik ilmu. Para santri kebanyakan hanya didorong untuk menghapal Alquran dan hadist, tapi tidak untuk memahami ayat dan konteksnya.

Padahal, menghapal Alquran dan hadist bukanlah tujuan, tapi sekedar cara. Namun, cara ini sekarang dijadikan tujuan, dan umat Islam kehilangan esensi dari beriqra‘ yang bertujuan agar terjadi perubahan mental dari tidak tahu menjadi tahu (allamal insana maalam ya’lam). Itulah sebabnya mengapa umat Islam yang memiliki berbagai ajaran mulia seperti kebersihan, kedisiplinan, kebermanfaatan, dan lain-lain justru sekarang menjadi umat yang tidak paham tentang apa itu kebersihan, apa itu disiplin, apa itu melindungi umat lain, dan lain-lain.”

Saat ini umat Islam yang kritis justru sering ditembak dengan pertanyaan yang sangat sering dilontarkan yaitu :

“Anda muslim…?!”

Tujuannya jelas adalah untuk membungkam dan memberi stigma bahwa umat Islam tidak selayaknya mempertanyakan atau menggugat apa pun yang disampaikan oleh orang yang dianggap sebagai ustadz atau pemuka agama.

Jika Anda seorang muslim, maka sudah sepatutnya dan sebuah keharusan bagi Anda untuk terus berpikir dan bersikap kritis terhadap segala sesuatu. Jangan justru terbalik menjadi orang yang tidak mau berpikir, tidak bisa bersikap kritis, tidak memiliki kemampuan berargumen, tapi sangat fasih menghujat dan menghina orang yang berbeda pendapat.

Itu sama sekali bukan ciri seorang muslim yang sejati, karena Islam mengajarkan kita untuk selalu berpikir, bersikap kritis, dan memiliki kemampuan berargumen yang baik. Muslim ditepi jurang semoga bisa kembali ketengah.