Kematian selalu menjadi misteri bagi manusia. Dalam banyak ajaran, ia bukan hanya akhir perjalanan, tapi juga pintu menuju kehidupan berikutnya. Kepercayaan Hindu menyebut bahwa tanda kematian menurut Hindu bukanlah hal gaib yang tiba-tiba muncul, melainkan perubahan-perubahan halus yang bisa dikenali jika manusia peka terhadap dirinya sendiri.
Ajaran Hindu melihat kematian sebagai bagian alami dari siklus samsara — lahir, hidup, mati, dan lahir kembali. Karena itu, kematian tidak dianggap menakutkan, melainkan sebuah transisi. Namun, di balik filosofi yang dalam itu, terdapat pula berbagai tanda yang secara turun-temurun diyakini sebagai isyarat bahwa seseorang akan segera meninggalkan dunia ini.
Isyarat dari Tubuh dan Cahaya
Salah satu tanda kematian yang paling awal dikenal dalam tradisi Hindu adalah perubahan pada warna kulit. Ketika kulit seseorang mulai pucat dan muncul rona kemerahan, diyakini usianya tidak akan lebih dari enam bulan. Tanda ini sering dianggap sebagai penurunan vitalitas prana — energi kehidupan yang mengalir dalam tubuh setiap makhluk.
Ada pula kepercayaan bahwa seseorang yang tak lagi melihat bayangan dirinya di air, kaca, atau cermin sedang berada dalam fase peralihan menuju dunia lain. Bayangan adalah simbol jiwa dalam banyak mitologi Hindu; hilangnya pantulan dianggap sebagai pertanda bahwa sang jiwa mulai terpisah dari raga.
Beberapa kitab kuno juga menyebut bahwa ketika seseorang melihat dunia sekitarnya dalam warna hitam, itu bukan sekadar gangguan penglihatan, melainkan simbol bahwa pandangan batinnya sedang menembus batas kehidupan. Pandangan itu adalah metafora — bahwa dunia yang semula berwarna kini mulai memudar.
Waktu yang Perlahan Menyempit
Ada tanda-tanda lain yang lebih lembut namun tak kalah dalam maknanya. Bila tangan kiri seseorang sering kejang dalam hitungan hari, diyakini bahwa hidupnya hanya tersisa sekitar satu bulan. Sementara jika indra mulai kehilangan fungsinya — pendengaran, penglihatan, penciuman — maka umur yang tersisa diperkirakan hanya enam bulan.
Tanda berikutnya berkaitan dengan cahaya. Seseorang yang tak lagi mampu menatap api, matahari, atau bulan tanpa rasa sakit di mata dianggap sudah berada di ambang batas kehidupan. Dalam Hindu, cahaya melambangkan kesadaran ilahi (Atman). Ketika tubuh tak lagi kuat menanggung cahaya, itu pertanda jiwa sedang bersiap untuk kembali pada sumbernya.
Lidah yang mulai kaku, gusi yang membengkak, dan rasa getir pada mulut juga disebut sebagai penanda terakhir. Saat tubuh tak lagi sanggup berbicara, maka yang tersisa hanyalah diam — dan dari diam itulah perjalanan menuju alam lain dimulai.
Meski begitu, ajaran Hindu tidak pernah mengajarkan manusia untuk takut pada tanda-tanda ini. Sebaliknya, tanda kematian menurut Hindu dimaksudkan untuk mengingatkan bahwa kehidupan adalah kesempatan yang sementara. Bahwa setiap napas adalah waktu yang tak bisa diulang.
Mengetahui tanda-tanda ini bukan untuk menebak kematian, melainkan untuk memahami kehidupan. Setiap kali tubuh memberi sinyal, itu bukan kutukan, tapi panggilan untuk lebih sadar — terhadap kesehatan, hubungan, dan makna keberadaan.
Kematian hanyalah satu bab dari kisah panjang jiwa yang tak pernah benar-benar berakhir. Seperti ajaran dalam Bhagavad Gita: “Sebagaimana seseorang meninggalkan pakaian usang dan mengenakan yang baru, demikian pula jiwa meninggalkan tubuh lama dan mengambil yang baru.”
(Bhagavad Gita 2:22, sumber resmi ISKCON)
Makna ini juga sejalan dengan pandangan Hindu Dharma Indonesia bahwa kematian bukanlah hilangnya eksistensi, melainkan perpindahan ke dimensi yang lebih halus — sebuah perjalanan menuju moksha, kebebasan dari siklus kelahiran kembali.
(Parisada Hindu Dharma Indonesia)
Bagi yang ingin memahami lebih dalam pandangan Hindu tentang jiwa dan kehidupan setelah mati, tulisan-tulisan klasik dalam Upanishad masih menjadi salah satu sumber kebijaksanaan yang paling menenangkan.
(Upanishad – Sacred Texts)
Lalu, mungkin pertanyaannya bukan “kapan kita mati”, tapi “apa yang telah kita hidupkan sebelum saat itu tiba.”
Kau percaya, Bung — bahwa tubuh selalu tahu kapan waktunya berpamitan?

Leave a Reply