Asal-usul-shalat
Asal-usul-shalat

Asal usul shalat

Asal usul shalat | Patron/uswah kehidupan bukanlah arab, bukan adam, bukan ibrahim, bukan musa, bukan daud, bukan isa dan bukan ahmad bin abdullah, mereka adalah hanya sebatas jasad pelaksana saja sama halnya seperti kita sekarang (QS Al Kahfi/18:110, “

Patron/uswah kehidupan adalah kitab yg sejak awal sudah tersimpan dan terpelihara di Lauh Mahfud, yg isi kesimpulan kitab tersebut adalah sama dan tidak ada perubahan dari awal hingga akhir (QS Al Israa/17 : 77) dan QS Al Fath/48:23,

Baca Juga : Shalawat Tarhim, Pujian Terhadap Rasulullah

Sebagaimana keterangan surat Al-Muzzammil [73] ayat 1-20, sesungguhnya rattil dan shalat pertama yang diharuskan (wajib) bagi Rasulullah SAW dan umat Islam adalah rattil dan shalat tahajjud.

Dan, menurut sumber normatif, shaum ummat muslim yang diteladankan oleh Rasul dimulai pada tahun kedua setelah hijrah ke Madinah. Bahwa selama 15 tahun Rasul tidak pernah berbicara soal shaum, dan setelah hijrah ke Madinah 2 tahun shaum ramadhan baru dilakukan.

Asal usul shalat orang terdahulu

Sesungguhnya, shalat dalam Islam tidaklah tiba-tiba [ujug-ujug -Jawa), tapi telah lama dilakukan. Bahkan, shalat juga dilaksanakan oleh para nabi-nabi terdahulu.

Baca juga : 25 Nabi dan Rasul

Dr Jawwad Ali, seorang pemikir kritis sekaligus sejarawan Muslim asal Baghdad, dalam karyanya berjudul Sejarah Shalat atau Tarikh as-Shalahfi al-Islam, menjelaskan, shalat sudah dikerjakan sebelum Islam datang. Artinya, shalat juga dikerjakan oleh orang-orang terdahulu, termasuk dalam ajaran agama terdahulu.

“Dan Kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya Ambillah olehmu berdua beberapa buah rumah di Mesir untuk tempat tinggal bagi kaummu dan jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu tempat shalat dan dirikanlah olehmu shalat serta gembirakanlah orang-orang yang beriman.” (Yunus [10] 87).

Nabi Daud juga mendirikan shalat, sebagaimana tertera dalam Mazmur 119 ayat 62. “Di tengah malam aku bangun untuk memuji-Mu ….”

Nabi Zakaria juga mendirikan shalat, sebagaimana terdapat dalam surah Ali Imran [3] 39.

Nabi Isa juga shalat. “Berkata Isa Sesungguhnya aku ini hamba Allah, ….. (QS Maryam [19] 30-33).

Bahkan, Luqman juga memerintahkan shalat kepada anak atau keturunannya. (QS Luqman [31] 17).

Dan kaum bani Israil, Yahudi dan Nasrani, juga diperintahkan untuk shalat. (QS Al-Bayyinah (98J 5)

Mungkin anda tertarik ini :

asal usul shalat Nasrani dan Yahudi

Menurut Jawwad Ali, kata shalat berasal dari bahasa Aramaic-bahasa ibu Yesus Kristus dan bahasa ash sebagian besar Kitab Daniel dan Ezra serta bahasa utama Talmud-dari suku kata shad-lam-alif; shala yang memiliki arti rukuk, atau merunduk (inhina).

Istilah “shalat” digunakan untuk merepresentasikan praktik ritual keagamaan, dan kata “shalat” ini kemudian digunakan oleh kalangan Yahudi sehingga sejak saat itu kata “shalat” menjadi bahasa Aramaic-Ibrani. Umat Yahudi menggunakan kata “shalutah” pada masa akhir periode Taurat.

Baca Juga : Misi Utama Nabi Muhammad bukan untuk mengislamkan dunia

Hal ini dikuatkan oleh pendapat seorang sahabat terkemuka, Ibnu Abbas, yang menyatakan bahwa kata “shala” berasal dari bahasa Ibrani “shaluta” yang bermakna “tempat ibadah Yahudi”. Istilah “shaluta” sendiri pada perkembangannya masuk ke dalam bahasa Arab melalui tradisi Judeo-Kristiani dan kontak interaktif dengan komunitas Yahudi Ahli Kitab. Begitulah pemaparan awal Dr Jawwad Ali tentang shalat yang ditelaahnya secara filologis.

Dikemukakan pula bahwa berdasarkan syair Jahiliyah, terdapat keterangan yang mengisyaratkan adanya informasi perihal ibadah kaum Yahudi dan Nasrani, yang mencakup gerakan rukuk, sujud, dan membaca tasbih. Shalat-shalat kaum Yahudi dan Nasrani pada umumnya tidaklah dikenal oleh kaum Jahiliyah-pagan. Namun, bagi sebagian kaum Jahiliyah yang pernah berinteraksi dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani pada masa itu, ritual shalat orang-orang Yahudi dan Nasrani betul-betul mereka ketahui.

Hal ini menjadi concern para pakar studi agama, bahwa suku-suku kuno, bahkan suku Barbar sekalipun, memiliki ritual khusus yang mereka sebut “shalat”. Di antara penemuan arkeolog adalah teks-teks kuno yang dahulu dibaca oleh orang-orang Assyiria dan Babilonia dalam ritual shalat mereka. Indikasi yang menyebutkan adanya praktik ritual shalat di kalangan pagan Makkah, misalnya tertera dalam salah satu ayat Alquran, surah al-Anfal [8] ayat 35 “Shalat mereka di sekitar Baitullah itu tak lain hanya sekadar siulan dan tepukan tangan”. Karena tidak tahu makna inti dari shalat maka nilainya hanyalah kaifiat belaka tanpa makna.

Bentuk-bentuk shalat

Sebagian agama lain menetapkan tata cara berupa gerakan kemudian diam dengan tenang diiringi bacaan-bacaan khusus yang dihafal. Dan, masih ada bentuk-bentuk ritual yang lain. Hanya saja, diam dengan tenang ketika berkomunikasi dengan Tuhan hampir menjadi tiang pokok ritual kebanyakan agama, kemudian diteruskan dengan gerakan rukuk dan sujud.

Shalat orang Yahudi (Jewish Prayers), shalatnya mereka hampir mirip dengan shalat umat Islam. Mereka mengangkat kedua tangan, kemudian bersedekap, lalu rukuk dan sujud. Hanya saja, sujudnya mereka ada perbedaan. Demikian juga dengan orang-orang Nasrani. Karena itu, menurut Dr Jawwad Ali, walaupun shalat merupakan ajaran agama-agama dahulu, bukan berarti Islam meng-copy paste praktik shalat itu secara mentah-mentah.

Al-Quran secara tegas menyatakan bahwa Sholat sudah dilakukan oleh umat-umat sebelumnya, seperti perintah Sholat kepada Nabi Ibrahim dan anak cucunya[2], kepada Nabi Syu’aib[3], kepada Nabi Musa[4] dan kepada Nabi Isa al-Masih[5].

Kaifiat Shalat dalam islam sebenarnya sama dengan shalat Kristen Syria, yang dianggap bidah oleh Kristen Roma dan Yerusalem dan Aleksandria/koptik.

Katolik Ortodoks Syria itu sudah ada sejak abad 4 Masehi, 1 abad sebelum Muhammad lahir. Mereka sudah melakukan salat, puasa, dan haji. Berikut ini adalah kemiripan shalat agama Islam dengan shalat agama Kristen Ortodoks Syria. Waktu sholat bukan 5 kali sehari tetapi 7 kali sehari seperti yang tertulis dalam Alkitab Mazmur 119:164 ” Tujuh kali dalam sehari aku memuji-muji Engkau, karena hukum-hukum-Mu yang adil. ” . Berikut adalah waktu shalat dan latar belakang dilaksanakannya waktu tersebut :

Shalat / ibadat pagi ( sebelum matahari menyingsing ), merupakan tradisi Yahudi berdasarkan Keluaran 29:38-41 (ibadat korban pagi dan petang)

Shalat jam ke-3 ( sekitar pukul 09.00 – 11.00 ; pagi ). dalam islam Shalat Dhuha ( bukan shalat wajib ) oleh berdasarkan Kitab Kisah Para Rasul 2:1,15 yang mempunyai pengertian penyaliban Yesus dan juga turunnya Sang Roh Kudus (Markus .15:25; Kisah Para Rasul .2:1-12,15)

Shalat Jam Keenam ( sekitar pukul 12.00 – 13.00 / tengah hari ) dalam Islam Shalat Dzuhur merupakan peringatan akan penderitaan Yesus Kristus di kayu salib ( Lukas.23:44-45)

Shalat Jam Kesembilan ( sekitar pukul 15.00 – 16.00 ) dalam Islam Shalat Asyar adalah untuk mengingatkan saat Kristus menghembuskan nafas terakhirNya di atas salib ( Markus.15:34-37), sekaligus untuk mengingatkan bahwa kematian Kristus di atas salib adalah untuk menebus dosa-dosa, agar manusia dapat melihat dan merasakan rahmat Ilahi

Shalat Senja ( sekitar pukul 18.00 ) dalam Islam Shalat Maghrib merupakan tradisi Yahudi yang sama seperti shalat jam pertama, shalat ini dilatar belakangi oleh ibadah korban pagi dan petang yang terdapat dalam Kitab Keluaran 29:38-41

Shalat Purna Bujana ( sekitar pukul 20.00 – 24.00 WIB ) dalam Islam Shalat Isya sama pada Mazmur 4 :

Shalat Tengah Malam dalam Islam dikenal sebagai Shalat Tahajjud, sama dengan ayat Alkitab pada Matius 24:42; Lukas.21:26; Wahyu 16:15

Demikian asal usul shalat, semoga berguna untuk kita semua.

Saya seorang Arsitek, memiliki ketertarikan terhadap fenomena alam semesta, agama, sains, sejarah, climate change dan urban farming. Bila anda tidak bertemu saya di warung kopi, anda mungkin bisa bertemu saya di kebun halaman rumah tengah utak atik tanaman.